PENDAHULUAN
    Agar mendapatkan benih ikan hasil pemijahan yang bagus dan baik, maka diperlukan kegiatan mengelola induk ikan.langkah-langkah mengelola induk ikan sebagai berikut:
1. Seleksi Induk
          Seleksi induk merupakan tahap awal dalam kegiatan budidaya ikan yang sangat menentukan keberhasilan produksi. Dengan melakukan seleksi induk yang benar akan diperoleh induk yang sesuai dengan kebutuhan sehingga produktivitas usaha budidaya ikan optimal. Seleksi induk ikan budidaya dapat dilakukan secara mudah dengan memperhatikan karakter fenotipenya atau dengan melakukan program breeding untuk meningkatkan nilai pemuliabiakan ikan budidaya. Induk ikan yang unggul akan menghasilkan benih ikan yang unggul.
     
      Hal-hal yang sangat penting untuk diperhatikan oleh para pembudidaya ikan dalam melakukan seleksi induk agar tidak terjadi penurunan mutu induk antara lain sebagai berikut.
1.Mengetahui asal usul induk.
2. Melakukan pencatatan data tentang umur induk, masa reproduksi dan waktu pertama kali dilakukan pemijahan sampai usia produktif.
3. Melakukan seleksi induk berdasarkan kaidah genetik.
4. Melakukan pemeliharaan calon induk sesuai dengan proses budidaya sehingga kebutuhan nutrisi induk terpenuhi.
5. Mengurangi kemungkinan perkawinan sedarah Untuk meningkatkan mutu induk yang akan digunakan dalam proses budi daya maka induk yang akan digunakan harus dilakukan seleksi.
Seleksi ikan bertujuan untuk memperbaiki genetik dari induk ikan yang akan digunakan. Oleh karena itu, dengan melakukan seleksi ikan yang benar akan dapat memperbaiki genetik ikan tersebut sehingga dapat melakukan pemuliaan ikan.
       Tujuan dari pemuliaan ikan ini adalah menghasilkan benih yang unggul dimana benih yang unggul tersebut diperoleh dari induk ikan hasil seleksi agar dapat meningkatkan produktivitas. Produktivitas dalam budidaya ikan dapat ditingkatkan dengan beberapa cara yaitu:
1.Ekstensifikasi yaitu meningkatkan produktivitas hasil budidaya dengan memperluas lahan budidaya.
2. Intensifikasi yaitu meningkatkan produktivitas hasil dengan meningkatkan hasil persatuan luas dengan melakukan manipulasi terhadap faktor internal dan eksternal.
     Dengan bertambahnya jumlah penduduk sepanjang tahun dan jumlah lahan budidaya yang tidak akan bertambah jumlahnya, maka untuk meningkatkan produktivitas budidaya masa yang akan datang lebih baik menerapkan budidaya ikan yang intensif dengan memperhatikan aspek ramah lingkungan.
Program intensifikasi dalam bidang budidaya ikan dapat dilakukan antara lain sebagai berikut.
1. Rekayasa faktor eksternal yaitu lingkungan hidup ikan dan pakan, contoh yang sudah dapat diaplikasikan adalah budidaya ikan pada kolam air deras dan membuat pakan ikan ramah lingkungan.
2.Rekayasa faktor internal yaitu melakukan rekayasa terhadap genetik ikan pada level gen misalnya transgenik, level kromosom misalnya Gynogenesis, Androgenesis, Poliploidisasi, level sel misalnya dengan melakukan transplantasi sel.
3. Rekayasa faktor eksternal dan internal yaitu menggabungkan antara kedua rekayasa eksternal dan internal. Oleh karena itu, agar dapat memperoleh produktivitas yang tinggi dalam budidaya ikan harus dilakukan seleksi terhadap ikan yang akan digunakan.
Seleksi menurut Tave (1995) adalah program breeding yang memanfaatkan phenotipic variance (keragaman fenotipe) yang diteruskan dari tetua kepada keturunannya. Keragaman fenotipe merupakan penjumlahan dari keragaman genetik, keragaman lingkungan dan interaksi antara variasi lingkungan dan genetik. Seleksi merupakan aplikasi genetik di mana informasi genetik dapat digunakan untuk melakukan seleksi. Seleksi ikan yang paling mudah dilakukan oleh para pembudidaya ikan adalah melakukan seleksi fenotipe dibandingkan dengan seleksi genotipe. Seleksi fenotipe dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu seleksi fenotipe kualitatif dan seleksi fenotipe kuantitatif.
     Menurut Tave (1986), seleksi fenotipe kualitatif adalah seleksi ikan berdasarkan sifat kualitatif seperti misalnya warna tubuh, tipe sirip, pola sisik ataupun bentuk tubuh dan bentuk punggung, dan sebagainya yang diinginkan. Fenotipe kualitatif ini merupakan sifat yang tidak dapat diukur tetapi dapat dibedakan dan dikelompokkan secara tegas. Sifat ini dikendalikan oleh satu atau beberapa gen dan sedikit atau tidak dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Sedangkan seleksi fenotipe kuantitatif adalah seleksi terhadap penampakan ikan atau sifat yang dapat diukur, dikendalikan oleh banyak pasang gen dan dipengaruhi oleh lingkungan.
     Adapun ciri-ciri atau parameter yang dapat diukur antara lain adalah panjang tubuh, bobot, persentase daging, daya hidup, kandungan lemak, protein, fekunditas, dan lain sebagainya.
Fenotipe adalah bentuk luar atau bagaimana kenyataannya karakter yang dikandung oleh suatu individu atau fenotipe adalah setiap karakteristik yang dapat diukur atau sifat nyata yang dipunyai oleh organisme. Fenotipe merupakan hasil interaksi antara genotipe dan lingkungan serta interaksi serta merupakan bentuk luar atau sifat-sifat yang tampak.
     Menurut Yatim (1996), genotipe menentukan karakter sedangkan lingkungan menetukan sampai di mana tercapai potensi itu. Fenotipe tidak bisa melewati kemampuan atau potensi genotipe.
      Yang dimaksud dengan karakter itu adalah sifat fisik dan psikis bagian-bagian tubuh atau jaringan. Karakter diatur oleh banyak macam gen atau satu gen saja. Berhubung dengan banyaknya gen yang menumbuhkan karakter maka dibuat dua kelompok karakter yaitu karakter kualitatif dan karakter kuantitatif.
      Karakter kualitatif adalah karakter yang dapat dilihat ada atau tidaknya suatu karakter. Karakter ini tidak dapat diukur atau dibuat gradasi (diskontinyu). Sedangkan karakter kuantitatif adalah karakter yang dapat diukur nilai atau derajatnya, sehingga ada urutan gradasi dari yang rendah sampai yang tinggi (kontinu). Karakter kuanlitatif ditentukan oleh satu atau dua gen saja sedangkan karakter kuantitatif disebabkan oleh banyak gen (tiga atau lebih).
Dengan melakukan seleksi maka akan menghasilkan suatu karakter yang mempunyai nilai ekonomis penting dan karakter fenotipe yang terbaik sesuai dengan keinginan para pembudidaya. Untuk mendapatkan induk ikan yang unggul dilakukan program seleksi dengan menerapkan beberapa program pengembangbiakan antara lain dengan kegiatan selective breeding, hibridisasi/outbreeding/crossbreeding, inbreeding, monoseks/seks reversal atau kombinasi beberapa program breeding.
Program breeding dalam budidaya ikan akan diperoleh hasil baik induk dan benih yang unggul. Induk yang unggul akan menghasilkan benih yang unggul sehingga dengan memelihara benih unggul proses budidaya akan menguntungkan dengan melihat laja pertumbuhan ikan yang optimal sehingga produktivitas budidaya ikan akan meningkat.
1.1 Selective breeding
Selective breeding adalah suatu program breeding yang mencoba untuk memperbaiki nilai pemuliabiakan (breeding value) dari suatu populasi dengan melakukan seleksi dan perkawinan hanya pada ikan-ikan yang terbaik. Hasil yang akan diperoleh adalah induk yang terseleksi yang mempunyai karakteristik lebih baik dari populasi sebelumnya.
Selective breeding menurut Tave (1995) dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:
 Seleksi individu/massa
 Seleksi famili
      Pada ikan teknik seleksi dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu seleksi massa/individu dan seleksi famili. Seleksi induk secara individu ini disebut juga dengan seleksi massa.
Seleksi massa/individu adalah seleksi yang dilakukan dengan memilih individu-individu dengan performan terbaik. Seleksi ini merupakan teknik seleksi yang paling sederhana dengan biaya lebih murah dibandingkan seleksi lainnya. Hal ini dikarenakan pada seleksi individu hanya memerlukan fasilitas dan peralatan sedikit (kolam, jaring, hapa, dan lain-lain), pencatatan
data lebih singkat sehingga akan lebih mudah dilakukan. Seleksi individu dapat diterapkan pada ikan nila jika nilai heritabilitas ikan nila ini lebih besar dari 0,25, waktu pemijahan harus bersamaan dan culling top 5–10% (Tave, 1995).
Induk yang baik secara alami dapat dihasilkan melalui seleksi secara ketat dan tepat terhadap sekelompok ikan, pengalaman menunjukkan bahwa untuk mendapatkan induk 50 ekor yang sesuai kriteria diperlukan 2.000 ekor calon induk.
      Seleksi famili adalah seleksi dengan mempergunakan performans dari saudaranya baik saudara tiri sebapak (half sib) atau saudara sekandung (full
sib). Saudara tiri sebapak adalah keluarga (famili) yang dibentuk oleh sekelompok anak yang berasal dari satu bapak dengan beberapa induk betina (Half sib), karena pada ikan satu induk jantan dapat membuahi lebih dari satu induk betina, maka anak-anak yang dihasilkan dari bapak yang sama dengan induk betina yang berbeda ini disebut dengan saudara tiri sebapak.
Sedangkan setiap keluarga/famili yang berasal dari satu bapak dengan satu induk disebut saudara sekandung (full sib), dan pada ikan budi daya ada juga yang melakukan perkawinan di mana satu jantan hanya membuahi satu induk betina. Seleksi famili dapat diterapkan untuk ikan jika nilai heritabilitas ikan tersebut lebih kecil atau sama dengan 0,15. Seleksi famili merupakan alternatif seleksi yang dapat dilakukan apabila pengaruh lingkungan sulit dikontrol.
Dalam seleksi famili ada dua jenis seleksi yaitu seleksi dalam famili (within-family) dan seleksi di antara famili (between family). Seleksi within family sebaiknya diterapkan untuk seleksi pertumbuhan pada ikan, karena masing-masing famili dipelihara pada kolam terpisah dan ikan dengan pertumbuhan terbaik dipilih dari masing-masing famili, sehingga semua famili akan terwakili. Cara ini dilakukan merupakan salah satu cara untuk mengantisipasi adanya perbedaan umur akibat tidak terjadinya proses pemijahan secara serempak.
Dari hasil penelitian pada ikan nila, di antara ketiga teknik seleksi yaitu seleksi individu, seleksi within family, dan between family, ternyata seleksi within family lebih efisien hasilnya dibandingkan dengan seleksi individu atau between family.
Pada saat akan membudidayakan ikan setiap pembudidaya harus sudah memahami karakter fenotipe setiap individu ikan yang akan dibudidayakan dengan memperhatikan ciri-ciri morfologinya.
      Program selective breeding dilakukan untuk memperbaiki karakter fenotipe terutama laju pertumbuhan. Laju pertumbuhan yang tinggi pada populasi ikan budidaya akan meningkatkan produksi ikan yang dibudidayakan dan biasanya berkaitan dengan peningkatan dalam produksi pakan bila ikan yang dibudidayakan mengkonsumsi pakan buatan.
      Dengan produktivitas yang tinggi dalam budidaya ikan maka pendapatan para pembudidaya ikan akan meningkat.
Dengan melakukan seleksi ikan berdasarkan selective breeding ini akan diperoleh individu ikan yang mempunyai karakter fenotipe terbaik sehingga dapat meningkatkan laju pertumbuhan pada saat dibudidayakan. Prosedur yang harus dilakukan bagi para pembudidaya yang akan melakukan seleksi individu dengan strategi memilih individu yang terbaik dalam suatu populasi sebagai berikut.
1. Dalam suatu usaha budi daya ikan jika akan melakukan program seleksi individu minimal harus mempunyai 25 pasang induk yaitu 25 ekor induk jantan dan 25 ekor induk betina.
2. Melakukan pemijahan ikan dan mengamati pertumbuhan ikan dari setiap pasangan. Misalnya dari pemijahan satu pasang induk ikan diperoleh benih ikan sebanyak 200–300 ekor, maka harus selalu dilakukan pemantauan pertumbuhan benih ikan tersebut.
3. Membuat kurva pertumbuhan dari data pertumbuhan benih ikan dan lakukan pemanenan pada individu yang terbaik sebanyak 5–10% dari ukuran populasi yang tertinggi nilai pertumbuhannya.
4. Benih ikan yang terpilih pada tahap ketiga tersebut dipelihara secara terpisah sebagai calon induk yang akan digunakan untuk proses pemijahan selanjutnya. Menurut Tave (1995) dalam program seleksi individu akan diperoleh induk yang unggul dengan melakukan perkawinan pada populasi terpilih sebanyak empat generasi.
5. Dari calon induk yang dipelihara pada tahap keempat akan diperoleh induk ikan yang dapat digunakan untuk proses pemijahan selanjutnya, dan akan diperoleh larva dan benih ikan. Kemudian proses selanjutnya dilakukan pemeliharaan sampai diperoleh kurva pertumbuhan dan lakukan pemilihan dari populasi individu sebanyak 5–10% dari populasi yang terbaik yang mempunyai ukuran tertinggi. Lakukan kegiatan tersebut sampai empat generasi dan akan diperoleh calon induk yang telah terseleksi secara individu.
Berikut ini contoh seleksi calon induk pada ikan nila meliputi beberapa kriteria sebagai berikut.:
• Tingkat pertumbuhan ikan, calon induk mempunyai tingkat pertumbuhan yang paling cepat di antara kelompok ikan.
• Warna ikan nila yang masih mempunyai tingkat kemurnian yang baik dapat di identifikasi dengan adanya warna garis hitam tegas dan jelas terletak secara horisontal di bagian tubuh ikan.
• Bentuk badan melebar, mata relatif besar, dan sisik teratur.
• Konversi pakannya baik, yang dapat diidentifikasikan dengan pertumbuhan bobot badan > 70 % dari jumlah pakan yang diberikan 3–5 % perhari dari bobot ikan.
• Waktu matang gonad induk berumur 7–8 bulan, dengan berat badan ratarata 300 gram per ekor untuk jantan dan 250–300 gram per ekor untuk betina.
• Produktifitas dalam menghasilkan telur cukup tinggi (induk dengan panjang badan 6 cm dapat menghasilkan 200 telur, sedang induk yang panjang badannya 20 cm menghasilkan 1500 butir telur).
Prosedur yang dapat dilakukan oleh para pembudidaya ikan yang akan melakukan seleksi famili sebagai berikut.
1. Menyiapkan ikan yang akan dipijahkan dari beberapa famili yang dimiliki, minimal jumlah famili yang harus dikumpulkan 30 famili Pada ikan nila di mana pemijahan dapat dilakukan dengan perbandingan jantan dan betina 1 : 4 maka dalam perkawinan 8 jantan akan diperoleh famili sebanyak 32 yaitu 1 jantan dapat membuahi 4 betina sehingga satu jantan dapat membuat famili halfsib dan fullsib sebanyak 32 famili fullsib dan 8 famili haflsib karena dari satu jantan akan dihasilkan empat keluarga fullsib maka 8 jantan akan ada 32 famili fullsib atau 8 famili halfsib.
2. Melakukan pemijahan untuk ke 32 famili tersebut dan lakukan pengamatan intensif dan cermat setiap hari untuk mengamati pasanganpasangan ikan yang sudah memijah.
3. Melakukan pemeliharaan larva ikan pada setiap famili pada hapa yang terpisah dengan memberikan pakan dan pengelolaan kualitas air sesuai prosedur.
4. Melakukan pemeliharaan benih ikan pada setiap famili pada waring yang terpisah, hitung jumlah benih yang dihasilkan dari setiap famili. Pada ikan nila misalnya satu ekor induk betina menghasilkan 2000–3000 ekor. Pendederan dilakukan pada padat penbaran yang rendah untuk setiap famili pada kolam pendederan minimal 2 bulan.
5. Menghitung jumlah ikan yang diperoleh dari hasil pendederan dan lakukan pengukuran berat dan panjang tubuhnya sebanyak 30% dari jumlah populasi setiap famili, misalnya dalam satu famili ada 2.000 ekor maka jumlah sampel yang dihitung 600 ekor.
6. Melakukan pemilhan ukuran dari seluruh populasi dan ambil individu dari setiap famili yang mempunyai pertumbuhan yang terbaik, kurang lebih 8 minggu kemudian tentukan 50% dari populasi yang terbaik pertumbuhannya untuk dipelihara lebih lanjut menjadi calon induk dan sisanya dijual.
7. Melakukan pemeliharaan pada kolam pembesaran ikan sampai ikan-ikan pada setiap famili berukuran induk dan lakukan pengukuran satu persatu pada setiap famili dan pilih sebanyak 20–30 ekor betina terbesar dan jantan terbesar sebanyak 10–20 ekor dari setiap famili.
8. Sisanya dibuang atau dijual sebagai ikan ukuran besar dan induk yang terpilih dapat dilakukan untuk seleksi induk selanjutnya dengan melakukan pemijahan massal. Pada beberapa spesies ikan sangat berbeda untuk diperoleh induk unggulnya. Pada jenis ikan nila wanayasa dapat diperoleh induk yang terseleksi secara famili dengan melakukan pemijahan ikan yang terpilih pada generasi ke tiga.
1.2 Outbreeding/Hibridisasi/Crossbreeding
Outbreeding adalah perkawinan antara individu-individu yang tidak sekerabat (berbeda induknya), masih dalam satu varietas atau beda varietas. Outbreeding ini akan menghasilkan heterozigositas yang akan menguatkan individu-individunya terhadap perubahan lingkungan yang biasa disebut juga mempunyai fitnes yang tinggi.
Fitnes yaitu kemampuan relative pada organisma untuk bertahan hidup dan pemindahan gen untuk generasi berikutnya. Individu yang mempunyai heterosigositas yang tinggi maka akan mempunyai fitness yang tinggi pula. Oleh karena itu, untuk memperoleh induk ikan yang mempunyai kemampuan hidup yang tinggi sebaiknya dalam proses budidaya harus dilakkan perkawinan yang terseleksi.
      Sedangkan crossbreeding atau hibridisasi merupakan program persilangan yang dapat diaplikasikan pada ikan, udang, kerang-kerangan, maupun rumput laut. Hasil dari program ini dapat menghasilkan individu-individu yang unggul, kadang-kadang ada juga yang steril dan dapat menghasilkan strain baru (Rustidja, 2005). Hibridisasi akan mudah dilakukan apabila dapat dilakukan reproduksi buatan seperti halnya ikan mas dan ikan nila, di mana dapat dilakukan striping telur dan sperma. Selain itu ada defenisi lain dari hibridisasi yang sebenarnya tidak jauh berbeda.
Hibridisasi adalah perkawinan antara spesies yang berbeda. Hibridisasi atau persilangan merupakan suatu upaya untuk mendapatkan kombinasi antara populasi yang berbeda untuk menghasilkan keturunan yang memiliki sifat unggul.
Berdasarkan hal tersebut para ahli genetika perikanan membagai hibridisasi ke dalam dua macam yaitu:
1. Interspecifik hibridisasi yaitu perkawinan antara spesies yang berbeda.
2. Intraspecipik hibridisasi yaitu perkawinan dalam satu species.
Hasil dari beberapa jenis ikan yang dilakukan persilangan biasanya paling mudah memperhatikan karakter fenotipe kualitatif misalnya:
1. Warna tubuh, di mana dapat dilakukan persilangan antara ikan yang mempunyai warna antara lain:
• Ikan warna tubuh Albino disilangkan dengan ikan berpigmen normal.
• Ikan berwarna kuning/merah/putih disilangkan dengan ikan berwarna hijau/biru/abu-abu.
• Ikan berwarna bintik disilangkan dengan ikan tanpa bintik.
2. Tipe sirip pada ikan dapat dilakukan persilangan antara ikan yang mempunyai sirip antara lain:
• Ikan bersirip kumpay disilangkan dengan ikan bersirip normal.
• Ikan bersirip kumpay disilangkan dengan ikan yang ekornya membundar.
3. Pola sisik pada ikan dapat dilakukan persilangan antara ikan yang mempunyai sisik antara lain:
• Ikan bersisik bergaris disilangkan dengan ikan yang tidak mempunyai sisik.
• Ikan bersisik menyebar/kaca disilangkan dengan ikan yang bersisik penuh.
4. Bentuk tubuh ikan
Dalam kegiatan hibridisasi ini biasanya akan dihasilkan individu baru pada ikan konsumsi yang sudah dilakukan misalnya melakukan persilangan antara ikan nila hitam dengan ikan nila putih akan dihasilkan ikan nila yang berwarna tubuh ikan merah. Pada umumnya jenis-jenis ikan hias yang dihasilkan oleh para pembudidaya ikan banyak yang diperoleh dari hasil persilangan. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan dalam produksi benih ikan hias baru-baru ini dari suatu populasi yakni persilangan antarvaritas atau strain (hibridisasi intervaritas) yang memiliki tampilan morfologi dari spesies yang sama.
Hibridsasi intervaritas adalah mempersilangkan antara induk jantan dan induk betina yang berasal dari spesies yang sama namun minimal memiliki dua karakter fenotipe tampilan morfologi yang berbeda (Kirpichnikov, 1981). Di samping itu, karakter lain dari hasil persilangan antara varitas adalah fertile yakni dari masing-masing jenis kelamin masih tetap mampu untuk menghasilkan keturunan walaupun peluang dari benih keturunan tersebut cenderung memiliki karakter fenotipe tampilan morfologi yang bervariasi.
Hibridisasi merupakan persilangan antara varitas atau spesies yang secara morfologis memiliki perbedaan. Kirpichnikov (1981), menyatakan bahwa perbedaan yang paling menonjol yang digunakan dalam hibridisasi intervaritas adalah perbedaan warna, bentuk, ukuran, dan kelengkapan biologis lain yang melekat pada organ tubuh. Perolehan ikan hybrid sangat bergantung pada karakter dari induk. Waynorovich dan Horvarth (1980) menyatakan bahwa ikan hasil hibridisasi interspesies adalah steril. Di samping itu rata-rata ukuran morfometrik dan meristik dari ikan hibrid kebanyakan berada pada pertengahan (intermediate) di antara nilai rata-rata morfometerik dan meristik induk.
Hibridisasi merupakan metode yang digunakan dalam upaya memperoleh ikan keturunan baru. Matsui (1935) menyatakan bahwa banyaknya varitas pada ikan maskoki merupakan akibat dari perkawinan antara mutan dengan induk asal atau antara mutan dengan mutan dari induk yang sama sehingga secara morfologi terdapat varitas ikan maskoki baru. Hibridisasi didasarkan pada perbedaan tampilan morfometrik dan meristik. Metode paling banyak dilakukan oleh petani ikan maskoki adalah hibridisasi karena di samping memiliki varitas yang banyak, pada ikan keturunan sering diperoleh warna, bentuk, dan ukuran tubuh yang berbeda sehingga jumlah varitas akan lebih banyak. Kirpichnikov (1981) menyatakan bahwa hasil perlakuan hibridisasi tidak hanya dilihat dari tampilan morfologi namun harus
dilakukan pula pengukuran morfometrik dan meristik karena data yang diperoleh merupakan refleksi dari kekuatan penurunan karakter dari sumber gamet di samping kondisi lingkungan terjadi pada saat pembelahan sel mulai bekerja.
Beberapa spesies ikan air tawar yang sering digunakan dalam kegiatan persilangan adalah spesies-spesies ikan yang memiliki varitas yang banyak dan memiliki karakter morfologi yang dapat dibedakan secara jelas seperti populasi spesies ikan hias yang terdiri dari spesies ekor pedang (Xyphophorus maculatus), ikan guppi (Poeciliareticulata), dan ikan maskoki (Carassius auratus). Sementara pada spesies ikan konsumsi, adalah ikan mas (Cyprinus carpio), ikan nila (Oreochromis niloticus) dan spesies ikan konsumsi lain karena di samping memiliki berbagai varitas juga keturunan hibrid telah mampu untuk dibudidayakan.
Pengertian tentang persilangan ikan ini ada berbagai pendapat misalnya crossbreeding merupakan persilangan juga tetapi bukan persilangan seperti hibridisasi, melainkan persilangan balik. Jenis ikan konsumsi yang merupakan hasil persilangan balik adalah lele sangkuriang yang telah direlease oleh Menteri Perikanan dan Kelautan pada tahun 2004. Jenis ikan ini merupakan hasil persilangan balik antara ikan lele generasi ke dua dengan ikan lele generasi ke enam yang telah dibuat oleh Balai Besar Pengembangan Budi daya Air Tawar, Sukabumi.
1.3 Seks reversal
Seks reversal (monosex) adalah suatu teknologi yang membalikkan arah perkembangan kelamin menjadi berlawanan. Cara ini dilakukan pada waktu menetas gonad ikan belum berdiferensiasi secara jelas menjadi jantan atau betina tanpa merubah genotipenya. Tujuan dari penerapan sek reversal adalah menghasilkan populasi monoseks (tunggal kelamin), yang sangat bermanfaat dalam:
1. Mendapatkan ikan dengan pertumbuhan yang cepat. Pada beberapa jenis ikan konsumsi ada beberapa jenis ikan di mana pertumbuhan ikan jantan mempunyai pertumbuhan yang lebih cepat daripada ikan betina, misalnya ikan nila jantan mempunyai pertumbuhan lebih cepat pada ikan bentina, tetapi pada jenis ikan lainnya yaitu ikan mas pertumbuhan ikan betinanya justru lebih cepat dibandingkan dengan ikan jantan. Pada kelompok udang-udangan khususnya lobster untuk yang berjenis kelamin jantan mempunyai pertumbuhan lebih cepat dibandingkan dengan betina. Oleh karena itu, bagi para pembudidaya yang akan memelihara jenis ikan tersebut dengan menggunakan populasi tunggal kelamin akan lebih menguntungkan dibandingkan jika memelihara ikan dengan populasi dua kelamin, selain itu waktu yang dibutuhkan untuk memelihara ikan tersebut lebih cepat sehingga terjadi efisiensi biaya produksi dan keuntungan akan meningkat.
2. Mencegah pemijahan liar Dalam kegiatan budi daya ikan jika memelihara ikan jantan dan betina dalam satu wadah budi daya maka tidak menutup kemungkinan ikan tersebut pada saat matang gonad akan melakukan pemijahan yang tidak diinginkan pada beberapa jenis ikan yang memijahnya sepanjang masa, seperti ikan nila dan ikan mas.
3. Mendapatkan penampilan yang baik ikan yang dinikmati keindahan warna tubuhnya adalah ikan hias. Hampir semua jenis ikan hias yang berkelamin jantan mempunyai warna tubuh yang lebih indah dibandingkan dengan ikan bentinanya. Oleh karena itu, jika yang dipelihara pada ikan hias adalah ikan jantan maka akan diperoleh hasil yang lebih menguntungkan karena nilai jualnya lebih mahal.
4. Menunjang genetika ikan yaitu teknik pemurnian ras ikan. Pada kegiatan rekayasa genetika misalnya ginogenesi akan diperoleh induk ikan yang mempunyai galur murni. Induk ikan yang galur murni ini akan mempunyai gen yang homozigot sehingga untuk melakukan perkawinan pada induk yang homozigot tanpa mempengaruhi karakter jenis kelamin ikan tersebut dilakukan aplikasi seks reversal pada induk galur murni sehingga pemurnian gen itu masih tetap bertahan.
Teknologi seks reversal dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu:
1. Terapi hormon yaitu dengan menggunakan hormon steroid.
2. Rekayasa kromosom.
Pada teknologi seks reversal dengan menggunakan terapi hormon. Menurut Koolman Rohm (2001) hormon adalah bahan kimia pembawa sinyal yang dibentuk dalam sel-sel khusus pada kelenjar endokrin. Hormon disekresikan ke dalam darah kemudian disalurkan ke organ-organ yang menjalankan fungsi-fungsi regulasi tertentu secara fisiologik dan biokimia. Sel-sel sasaran pada organ sasaran memiliki reseptor yang dapat mengikat hormon, sehingga informasi yang diperoleh dapat diteruskan ke sel-sel akhirnya menghasilkan suatu respon. Pesan hormon disampaikan pada selsel sasaran menurut dua prinsip yang berbeda. Hormon lipofilik masuk ke dalam sel dan bekerja pada inti sel, sedangkan hormon hidrofilik bekerja pada membran sel.
Teknik sex reversal mulai dikenal tahun 1937 ketika estradiol 17β disintesis untuk pertama kalinya. Dalam perjalanannya teknik sex reversal telah mengalami beberapa perbaikan berawal dari perlakuan sex reversal yang baik dilakukan pada saat beberapa hari setelah menetas, yaitu sebelum gonad berdiferensiasi, terus berkembang hingga penerapan yang dilakukan pada induk yang sedang bunting. Teknik sex reversal berbeda dengan hermaprodit, pada ikan hermaprodit setelah melewati rentang waktu tertentu, gonad secara alamiah akan berubah menjadi jenis kelamin yang berlawanan, fungsi hormon hanya mempercepat proses perubahan tersebut. Sedangkan pada teknik sex reversal perubahan jenis kelamin ikan sangat dipaksakan dengan membelokkan perkembangan gonad menjadi jantan atau betina dengan proses penjantanan (maskulinisasi) atau pembetinaan dengan (feminisasi).
Berdasarkan tipe reproduksinya, ikan dapat dibagi menjadi tiga tipe sebagai berikut.
1. Gonokhorisme (gonochorism), yaitu memiliki jenis kelamin yang terpisah.
2. Hermaprodit (hermaphroditism), yaitu kedua jenis kelamin berada pada individu yang sama.
3. Uniseksualitas (unizexuality), yaitu spesies yang semua individunya betina.
Ekspresi atau perwujudan seks bergantung pada dua proses, yaitu determinasi seks dan diferensiasi seks. Determinasi seks bertaggung jawab pada seks genetik (seks genotipe), sedangkan diferensiasi seks bertanggung jawab pada perkembangan yang nyata dari kedua jenis gonad (seks genotipe), yaitu jantan dan betina. Kedua proses tersebut secara bersama-sama bertanggung jawab pada timbulnya dua kemungkinan morfologi, fungsional, serta perilaku pada individu jantan dan betina. Penentu seks merupakan sejumlah unsur genetik yang bertanggung jawab terhadap keberadaan gonad atau sekumpulan gen yang bertanggungjawab terhadap pembentukan gonad.
Terdapat tiga model penentu seks yang dapat diterapkan pada ikan, yaitu:
• Kromosom, yang merupakan pewarisan seks atau heterokromosom. Sistem kromosom determinasi seks betina atau jantan XX/XY.
• Penentu seks poligenik (polifaktorial) adalah suatu sistem penentuan seks di mana terdapat gen penentu seks jantan dan betina epistatik (superior) yang berada pada autosom maupun heterokromosom.
• Penentu seks oleh lingkungan, melibatkan interaksi antargenotipe dan lingkungan, terutama suhu media selama perkembangan larva.
Proses diferensiasi seks adalah suatu proses perkembangan gonad ikan menjadi suatu jaringan yang definitif (pasti), yang terjadi terlebih dahulu pada betina dan kemudian baru terjadi pada jantan. Gonad ikan pada saat baru menetas masih berupa benang yang sangat halus dan belum berdiferensiasi menjadi jantan atau betina. Proses diferensiasi seks pada betina ditandai dengan meiosis oogonia dan/atau perbanyakan sel-sel somatik membentuk rongga ovari, sebaliknya pada diferensiasi seks pada jantan ditandai dengan muculnya spermatoonia serta pembentukan sistem vaskular pada testis.
Hormon steroid secara alamiah terlibat dalam proses diferensiasi seks. Upaya pengontrolan proses diferensiasi seks dilakukan dengan pemberian steroid seks dari luar tubuh (eksogenous) pada ikan yang belum berdiferensiasi. Ikan-ikan hasil sex reversal pada umumnya mengalami perubahan kelamin yang bersifat permanen dan berfungsi normal.
Pemberian steroid seks sebaiknya diberikan sebelum muncul tanda-tanda diferensiasi gonad dengan menggunakan hormon estrogen atau androgen. Jenis-jenis hormon steroid yang dapat digunakan dalam terapi hormon antara lain sebagai berikut :
1. Estrogen (hormon betina): Estradiol-17 β, esteron, estriol, atau ethynil estradiol. Hormon ini memberikan efek perubahan dari jantan menjadi betina (feminisasi).
2. Androgen (hormon jantan): Testoteron, 17 α-Methyl Testoteron, androstendion. Hormon ini memberikan efek perubahan dari betina menjadi jantan (maskulinisasi).
Pada sex reversal terkadang terjadi penyimpangan ekstrim yang dialami. Hal ini dapat terjadi karena pada beberapa jenis ikan (lele amerika) terdapat suatu zat yang menyerupai enzim aromaterase sehingga hormon 17a metiltestosteron yang masuk ke dalam tubuh terlebih dahulu dikonversi menjadi estradiol 17b dan berfungsi sebagai hormon sehingga terjadi penyimpangan hingga 100%.
Dalam penerapan sex reversal dengan menggunakan terapi hormon dapat diberikan beberapa cara yang didasarkan pada efektivitas, efisiensi, kemungkinan polusi, dan biaya.
Cara pemberian hormon dalam teknologi seks reversal dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain sebagai berikut :
1. Oral, Metoda oral adalah metode pemberian hormon melalui mulut yang dapat dilakukan dengan pemberian pakan alami maupun pakan butan. Pada pakan buatan, hormon dilarutkan dalam pelarut polar seperti alkohol. Cara yang dilakukan dengan mencampur hormon 17 α 90 metyltestoesteron secara merata dengan pakan dengan dosis disesuaikan jenis ikan yang akan diaplikasikan. Pemberian hormon pada pakan alami dapat dilakukan dengan teknik bioenkapsulasi. Selanjutnya Anonim, (2001), mengatakan bahwa berdasarkan penelitian sampai saat ini teknik penghormonan melalui oral paling banyak digunakan para pembudidaya ikan karena hasil yang diperoleh lebih dari 95 sampai 100% bila dibandingkan dengan perendaman yang menghasilkan 70–80%. Dengan pencampuran hormon pada pakan juga sangat efisien dalam pemakaian dosis hormon dan kemudahan memperoleh pakan ikan. Sedangkan kelemahan metoda oral ini adalah pada awal pemberian pakan, larva perlu menyesuaikan jenis pakan buatan sehingga apabila pakan tidak segera dimakan maka kemungkinan besar hormon akan tercuci ke dalam media budi daya. Menurut Muhammmad Zairin Jr. (2002), pemberian akriflavin dengan dosis 15 mg/kg pakan dengan frekwensi pemberian pakan 3 – 4 kali sehari menghasilkan 89% ikan jantan dengan survival rate 88%. Prinsip kerja pencampuran hormon pada pakan yakni hormon dilarutkan dan diencerkan dalam alkohol. Kemudian larutan hormon dicampurkan dengan pakan buatan berupa pelet serbuk dengan cara menyemprotkan larutan hormon secara merata kepermukaan pakan dengan menggunakan sprayer. Setelah tercampur dengan merata, pakan dibiarkan di udara terbuka ditempat yang tidak terkena sinar matahari (diangin-anginkan) agar alkohol dapat menguap. Selanjutnya pakan yang telah tercamput hormon dimasukkan ke dalam wadah tertutup dan disimpan di dalam lemari pendingin.
2. Perendaman (dipping/bathing), Metoda perendaman (dipping), yaitu dengan cara merendamkan larva ikan ke dalam larutan air yang mengandung 17 ∂ metyltestoesteron dengan dosis 1,0 gram/liter air. Metode ini dapat diaplikasikan pada embrio, dan pada larva ikan yang masih belum mengalami diferensiasi jenis kelamin (sex), dan lama perendaman tergantung dosis hormon yang diaplikasikan, dimana semakin banyak dosis hormon maka semakin singkat waktu perendaman dan demikian juga sebaliknya. Perendaman yang dilakukan pada fase embrio dilakukan pada saat fase bintik mata mulai terbentuk, karena dinggap embrio telah kuat dalam menerima perlakuan. Kelemahan cara ini adalah obat atau hormon terlau jauh mengenai target gonad, namun lebih hemat pada penggunaan hormon. Perendaman juga dapat dilakukan pada umur larva yang telah habis kuning telurnya, karena ada anggapan pada stadia ini gonad masih berada pada fase labil sehingga mudah dipengaruhi oleh rangsangan luar. Kelemahannya adalah efektivitas hormon berkurang karena jauh mengenai target gonad. Larva yang dipergunakan dalam penerapan teknologi sex reversal ini adalah larva yang berumur antara 5–10 hari setelah menetas atau pada saat tersebut panjang total larva berkisar antara 9,0 sampai 13 mm, di mana ikan dengan umur serta ukuran seperti tersebut di atas secara morfologis masih belum mengalami diferensiasi kelamin. (Anonim, 2001). Perendaman induk betina yang sedang bunting juga merupakan salah satu alternative pada metode dipping namun harus dipertimbangkan efektivitas dan efesiensinya sehingga induk yang direndam sebaiknya induk-induk yang berukuran kecil.
3. Suntikan/implantasi, Metode suntikan atau implantasi ini biasanya hanya dapat dilakukan pada ikan yang berukuran dewasa. Proses penyuntikan dilakukan pada bagian punggung ikan dengan dosis yang disesuaikan dengan jenis dan ukuran ikan. Perlu diperhatikan bahwa pengubahan jantanisasi (maskulinisasi) kadang-kadang menunjukkan penyimpangan seperti ditemukan individu yang memiliki bakal testis . Selain itu mungkin saja dijumpai individu yang steril/abnormal karena gonadnya tidak dapat berkembang. Hal ini biasanya berhubungan dengan kesesuaian dosis yang diberikan. Menurut Zairin Jr. (2002) Secara umum dosis yang terlalu tinggi akan mendorong sterilitas dan dosis yang terlalu rendah akan mendorong sex reversal yang tidak sempurna sehingga bakal testis dan ovari dapat dijumpai pada saat bersamaan.
Setelah dilakukan aplikasi teknologi seks reversal pada individu ikan, maka harus dilakukan uji progeni. Uji progeni ini untuk menentukan apakah ikan yang telah ditreatment tersebut sudah berubah kelamin. Terdapat dua metode yang digunakan dalam identifikasi jenis kelamin, antara lain sebagai berikut.
1. Metode asetokarmin, Identifikasi gonad dengan metode asetokarmin dilakukan hanya untuk keperluan penelitian, karena ikan harus dimatikan terlebih dahulu untuk diambil gonadnya. Asetokarmin adalah larutan pewarna yang digunakan untuk mewarnai jaringan gonad. Larutan ini dibuat dengan cara melautkan 0,6 g bubuk karmin didalam 100 ml asam asetat 45%. Larutan dididihkan selama 2–4 menit kemudian didinginkan, kemudian disaring dengan kertas saring dan disimpan dalam botol yang tertutup rapat pada suhu ruang. Pemeriksaan gonad dilakukan dengan cara membedah ikan terlebih dahulu yang kemudian diambil gonadnya secara hati-hati. Gonad yang sudah terambil diletakkan pada gelas objek dan diberi larutan asetokarmin 2–3 tetes, kemudian dicincang dengan pisau skalpel sampai halus, lalu tutup dengan gelas penutup dan siap diamati di bawah mikroskop.
2. Metode morfologi, Identifikasi kelamin dengan pengamatan morfologi adalah cara terhemat karena tidak harus mematikan ikan yang akan diamati. Cara ini apat dilakukan pada ikan-ikan yang memiliki dimorfisme seksual yang jelas antara jantan dan betina.
Aplikasi seks reversal telah berhasil dilakukan pada beberapa jenis ikan berdasarkan hasil penelitian antara lain sebagai berikut :
1. Ikan hias: ikan guppy, cupang, tetra kongo, dan rainbow trout dengan menggunakan metode perendaman embrio untuk ikan cupang dan tetra kongo, perendaman induk untuk ikan guppy, perendaman larva untuk rainbow dan pemberian pakan.
2. Ikan konsumsi: nila dan mas, dengan perendaman embrio, larva dan pemberian pakan.
Langkah awal dalam melakukan seks reversal adalah menyiapkan wadah yang akan digunakan. Wadah yang dapat digunakan untuk melakukan teknik sex reversal antara lain akuarium, bak fiber, bak semen, bak plastik. Wadah untuk teknik sex reversal dapat dikelompokan berdasarkan kebutuhan dan jenis metode yang akan digunakan. Wadah-wadah yang digunakan yang mendasar adalah wadah pemeliharaan induk dapat berupa kolam semen atau bak-bak plastik, wadah perlakuan yang berupa akuarium dengan ukuran yang menyesuaikan dengan kepadatan ikan yang akan diberi perlakuan, dan wadah pemeliharaan larva.
Peralatan yang digunakan pada teknik sex reversal adalah peralatan lapangan pemeliharaan ikan yang berupa seser, selang sipon, aerator, selang aerasi, dan batu aerasi. Peralatan yang akan digunakan sebaiknya disanitasi terlebih dahulu dengan menggunakan larutan desinfektan atau sabun cuci untuk menghindari ikan yang akan dipelihara dari hama penyakit yang kemungkinan terbawa pada wadah. Selain peralatan lapangan, untuk melakukan teknik sex reversal juga diperlukan peralatan dalam perlakuan melalui pakan yaitu, baskom yang digunakan sebagai wadah dalam pembuatan ramuan pakan, sendok kayu digunakan untuk mengaduk dan meratakan larutan hormon, hand sprayer digunakan untuk menyemprotkan larutan hormon dalam pakan, spuit suntik sebagai alat untuk mengambil larutan hormon dan botol gelas yang berwarna gelap sebagai wadah pelarutan hormon dengan alcohol. Sedangkan peralatan yang diperlukan pada perlakuan melalui rendaman antara lain, baskom plastik sebagai wadah perendaman induk atau larva, aerator sebagai penyuplai udara, spuit suntik sebagai alat untuk mengambil larutan hormon dan botol gelas yang berwarna gelap sebagai wadah pelarutan hormon dengan alkohol.
Bahan-bahan yang harus disediakan antara lain hormon 17∂ metiltestosteron atau estradiol 17 ß sesuai dengan kebutuhan dan tujuan sex reversal, alcohol sebagai pelarut hormon, pakan alami atau buatan (bila melalui metode oral) dan air bersih yang telah diendapkan selama 12–24 jam sebagai media perendaman (bila menggunakan metode dipping).
Pembuatan Pakan Berhormon
Dalam aplikasi seks reversal dengan metode oral melalui pemberian pakan berhormon maka dosis hormon yang digunakan akan sangat spesifik untuk jenis ikan tertentu. Dalam prosedur ini akan dibuat pakan berhormon untuk jenis ikan nila. Adapun prosedur yang dilakukan sebagai berikut :
1. Tangkaplah larva ikan yang akan diberikan perlakuan dari kolam/bak pemijahan.
2. Pilihlah larva yang masih berumur di bawah 10 hari dengan melihat kriteria yang sesuai dengan ciri-ciri yang sudah ditentukan.
3. Timbanglah biomassa larva yang akan diberi perlakuan penghormonan yaitu dengan cara mengambil dan menimbang beberapa sampel untuk kemudian hasil penimbangan sampel dibagi dengan jumlah rata-rata larva sampel untuk mendapatkan berat rata-rata larva, selanjutnya hitunglah jumlah populasi larva, lalu kalikan dengan berat rata-rata larva untuk mendapatkan berat total larva.
4. Timbanglah pakan yang dibutuhkan untuk larva sesuai dengan dosis yang sudah ditentukan (Feeding rate 30–40% per bobot biomassa/hari) dikalikan selama 10 hari pemberian pakan.
5. Siapkanlah larutan alkohol dengan konsentrasi 70% sesuai dengan kebutuhan.
6. Siapkanlah hormon yang akan digunakan sesuai kebutuhan. Misalnya jumlah kebutuhan pakan 250 gram, dosis penghormonan 40 mg/kg pakan, maka timbanglah hormon sebanyak 10 mg.
7. Larutkanlah hormon tadi ke dalam alkohol tersebut sebanyak 10 ml (1mg/ml), lalu simpan dalam botol berwarna gelap (tidak bening).
8. Campurlah larutan hormon dengan pakan dengan cara menggunakan hand sprayer disemprotkan secara merata pada pakan. Untuk menghilangkan alkohol angin-anginkanlah pakan tersebut sampai bau alkoholnya sudah tidak menyengat lagi.
9. Simpanlah hormon yang sudah dianginkan pada kantong plastik yang berwarna gelap dengan ditutup rapat-rapat baik sebelum maupun sesudah dipakan, atau dapat juga disimpan dalam reprigrator (+4° C).
10. Diskusikan secara berkelompok tentang prosedur pembuatan pakan berhormon.
Pembuatan Larutan Perendaman
Aplikasi seks reversal pada ikan guppy bertujuan untuk menghasilkan ikan berjenis kelamin jantan. Pada ikan guppy jenis kelamin jantan mempunyai warna dan bentuk tubuh yang lebih indah dibandingkan dengan ikan betina. Teknik seks reversal pada ikan guppy dapat dilakukan dengan dua metode yaitu perendaman induk dan pemberian pakan berhormon. Pada metode perendaman, dosis yang digunakan adalah 2 mg/l air dan lama perendaman selama 12 jam sampai 24 jam pada induk ikan yang sedang bunting dan memberikan hasil 100% jantan. Sedangkan dengan metode pemberian pakan dengan dosis 400 mg/l dengan lama perlakuan 10 hari hanya menghasilkan 58% jantan (Zairin, 2002).
Adapun prosedur pembuatan larutan perendaman sebagai berikut :
1. Siapkan alat dan bahan yang akan diperlukan.
2. Buatlah larutan hormon dengan cara timbang hormon sebanyak 20 mg dan masukkan dalam tabung polietilen dan tambhakan 0,5 ml larutan alkohol 70%. Tutup dan kocok sampai hormon larut, kemudian tuangkan hormon ke dalam wadah berisi 10 liter air pemeliharaan, beri aerasi dan siap untuk digunakan.
3. Pilihlah induk ikan guppy yang sedang bunting dengan melihat bentuk tubuhnya dan pilihlah induk yang akan melahirkan 8 hari kemudian sebanyak 50 ekor. Ikan guppy biasanya mengalami masa bunting selama 40 hari.
4. Masukkan induk tersebut ke dalam larutan hormon dan rendam selama 24 jam.
5. Pindahkan induk ikan guppy yang telah direndam ke dalam akuarium dan amati proses kelahiran anak dan hitung jumlah anak yang dihasilkan
6. Peliharalah anak yang dihasilkan sampai berumur 2–3 bulan dan diidentifikasi jenis kelaminnya secara morfologis dan histologis.
Penerapan seks reversal yang telah dilakukan penelitian oleh beberapa peneliti yang telah disusun dalam Zairin (2002) sangat berbeda untuk jenis ikan tentang dosis dan hasil yang diperoleh antara lain sebagai berikut.
• Ikan mas: 100 mg/kg pakan selama 36 hari pada larva 8–63 hari, pada suhu 20–25° C, menghasilkan 71–90% betina.
• Ikan mas: 100 mg/kg pakan selama 36 hari, pakan berhormon-cacingpakan berhormon, menghasilkan 97% betina.
• Ikan nila 10–60 mg /kg pakan, selama 10–15 hari, umur 21–28 hari, hasilnya 95–100% jantan.
• Ikan guppy, 400 mg mt/kg pakan, selama 10–15 hari pada betina bunting, hasil 70% jantan.
• Ikan guppy, 1–2 mg/liter media selama 24 jam pada betina bunting, hasil 100% jantan.
• Congo tetra fase bintik mata, 25 mg/liter media selama 8 jam, hasil 89% jantan.
• Betta splendens/cupang fase bintik mata, 20 mg/liter media selama 8 jam, hasil 85% jantan.
Keberhasilan teknik sex reversal dapat diketahui melalui beberapa parameter antara lain sebagai berikut.
a. Daya tetas telur atau kualitas larva yang dihasilkan
Jumlah telur yang menetas
Perhitungan daya tetas telur = ––––––––––——–––––––––––– × 100%
Jumlah telur awal
b. Derajat kelangsungan hidup larva yang dihitung setelah beberapa hari
pemeliharan
Jumlah larva yang hidup
Perhitungan daya tetas telur = –––––––––––––––––––––– × 100%
Jumlah telur awal
c. Nisbah kelamin, perbandingan jenis kelamin yang dihasilkan. Hal ini dapat dihitung setelah 2–3 bulan pemeliharaan larva.
perhitungan nisbah kelamin untuk mengetahui keberhasilan teknik sex
reversal dengan rumus:
jumlah individu jantan
% jantan = ––––––––––––––––––– × 100% atau
jumlah individu total
jumlah individu betina
% betina = ––––––––––––––––––– × 100%
jumlah individu total
1.4. Inbreeding
Inbreeding adalah perkawinan antara individu-individu yang sekerabat yaitu berasal dari jantan dan betina yang sama induknya dan pada varietas yang sama. Inbreeding atau silang dalam akan menghasilkan individu yang homozigositas. Kehomozigotan ini akan melemahkan individu-individunya terhadap perubahan lingkungan. Homozigositas ini berari hanya ada satu tipe alel untuk satu atau lebih lokus. Selain itu silang dalam akan menyebabkan penurunan kelangsungan hidup telur dan larva, peningkatan frekuensi ketidaknormalan bentuk dan penurunan laju pertumbuhan ikan. Silang dalam menyebabkan heterozigositas ikan berkurang dan keragaman genetik menjadi rendah. Menurut Nurhidayat (2000), lele dumbo yang berasal dari Sleman, Tulung Agung dan Bogor mempunyai stabilitas perkembangan yang rendah akibat telah mengalami tekanan silang dalam yang ditunjukkan dengan tingginya nilai fluktuasi asimetri dan adanya individu yang tidak tumbuh sirip dada dan sirip perut pada kedua sisinya (abnormal). Menurut Leary et al (1985), individu yang homozigot kurang mampu mengimbangi keragaman lingkungan dan memproduksi energi untuk pertumbuhan dan perkembangan. Oleh karena itu, fluktuasi asimetri merupakan indikator untuk mengetahui adanya silang dalam. Fluktuasi asimetri ini merupakan perubahan organ atau bagian tubuh sebelah kiri dan kanan yang menyebar normal dengan rataan mendekati nol. Selain itu individu yang mengalami tekanan silang dalam mempunyai ketahanan terhadap perubahan lingkungan yang rendah.
Berdasarkan beberapa parameter pengukuran dalam menentukan apakah pada suatu populasi telah mengalami tekanan silang dalam, memperlihatkan bahwa silang dalam memberikan dampak negatif dalam budi daya ikan. Tetapi dalam program untuk memperoleh individu galur murni hanya dapat dilakukan dengan menerapkan program breeding ini. Jadi tujuan penerapan silang dalam (inbreeding) hanya bertujuan untuk memperoleh induk ikan yang mempunyai galur murni, individu galur murni mempunyai homozigositas yang tinggi.
Program breeding ini merupakan program konvensional dalam memperoleh induk ikan yang galur murni. Perkawinan antara individu-individu yang sekerabat ini yang sangat dekat kekerabatannya biasa terjadi dalam suatu populasi ikan yang sangat kecil. Oleh karena itu, untuk menghindari terjadinya silang dalam pada program pengembangbiakan ikan dibutuhkan suatu penerapan effective breeding number (Ne) pada ikan budi daya. Berdasarkan hasil penelitian nilai Ne untuk setiap jenis ikan berbeda, misalnya pada ikan mas nilai Ne nya adalah > 50 ekor yang berarti jika para pembudidaya akan melakukan program pembenihan ikan mas dalam suatu hatchery, minimal harus mempunyai induk dengan jumlah lebih dari 25 pasang agar tidak terjadi inbreeding. Pada ikan nila, nilai Nenya adalah > 133 ekor, sedangkan pada ikan lele 50 ekor.
Dalam memperoleh induk ikan yang mempunyai galur murni dapat dilakukan dengan dua metode yaitu:
1. Closed breeding, Closed breeding berarti perkawinan yang tertutup, yang mempunyai arti lain yaitu melakukan perkawinan yang dekat sekali kaitan kekeluargaannya misalnya anak dan tetua atau antar saudara sekandung. Perkawinan antara saudara sekandung atau antara individu-individu yang sefamili akan mengakibatkan pembagian alel-alel melalui satu atau lebih dari leluhur yang sama. Bila perkawinan individu ini terjadi maka alel-alel yang mereka dapatkan dari leluhur yang sama akan diperoleh kembali. Maka hal ini akan mengakibatkan keturunan yang dihasilkan adalah individu-individu yang homozigot dari satu atau lebih lokus. Dengan melakukan silang dalam, frekuensi gen tidak berubah tetapi homosigositas meningkat. 
2. Line breeding, Line breeding berarti perkawinan satu jalur yaitu perkawinan keluarga yang bertujuan untuk meningkatkan sifat-sifat tertentu baik yang berasal dari nenek moyang bersama yang jantan maupun betina terhadap kostitusi genetik pada progeninya. Bentuk line breeding yang sering dilakukan adalah backcross kepada orangtuanya yang sama untuk beberapa generasi. Menurut Tave (1986) prosedur linebreeding dapat dilakukan dengan dua tipe yaitu Mild Linebreeding dan Intense Linebreeding. Dari hasil mild linebreeding bertujuan untuk individu A berkontribusi 53,12% pada gen individu K, sedangkan pada intense linebreeding individu A berkontribusi 93,75% pada gen individu G.
1.5 Aplikasi seleksi induk pada budidaya        Dalam aplikasi budidaya para petani ikan biasanya melakukan pemeliharaan terhadap induk ikan yang diperoleh dari hasil budi daya dengan cara induk jantan dan betina dipelihara secara terpisah. Hal ini lebih memudahkan dalam pengelolaan, pengontrolan, dan yang terpenting dapat mencegah terjadinya memijah di luar kehendak ”mijah maling”. Kolam induk berupa kolam tanah, kolam tembok, atau kolam tanah dengan pematang dari tembok. Tidak ada ketentuan khusus tentang ukuran kolam untuk pemeliharaan induk. Biasanya kolam induk hanya disesuaikan dengan kondisi lahan dan keuangan.
Untuk memudahkan dalam pengelolaan dan efisiensi penggunaan kolam, maka
luas kolam induk jantan dan betina masing-masing berkisar 15–30 meter persegi. Setiap kolam dilengkapi dengan saluran pemasukan dan pengeluaran air. Di kedua saluran ini biasanya dilengkapi dengan saringan agar induk-induk tersebut tidak keluar atau kabur. Kepadatan penebaran induk antara 3–4 kg/m2, sedangkan ketinggian air dikolam induk antara 60–75 cm. Agar diperoleh kematangan induk yang memadai, setiap hari induk di beri pakan bergizi. Jenis pakan yang diberikan berupa pakan buatan berupa pelet sebanyak 3–5 % perhari dari bobot induk yang dipelihara. Ada juga induk ikan yang diberikan pakan berupa limbah peternakan ayam (ayam yang mati) yang dibakar atau direbus terlebih dahulu.
1.5.1 Seleksi induk ikan lele
Seleksi induk ikan lele secara umum di mulai dari ikan ukuran benih (5–10 cm). Benih ikan yang baik untuk induk di pilih dengan ciri-ciri antara lain memiliki pertumbuhan yang lebih cepat, tidak cacat, gerakan lincah, dan memiliki bentuk tubuh yang baik. Benih/calon induk tersebut dipelihara di dalam kolam dengan baik, selanjutnya calon induk tersebut dilakukan seleksi induk secara berkala sampai mendapat induk yang benar-benar baik dan sesuai dengan kebutuhan. Kegiatan pembenihan ikan lele diawali dengan seleksi induk.
Induk yang akan dipilih adalah induk jantan dan betina yang matang gonad. Ciri-ciri induk betina ikan lele adalah genital papila berbentuk bundar (oval), bagian perut relatif lebih besar, gerakan lambat, jika diraba bagian perut terasa lembek dan alat kelamin berwarna kemerah merahan. Sedangkan induk jantan dicirikan dengan genitalnya meruncing ke arah ekor, perut ramping, dan pada ujung alat kelamin berwarna kemerahan. Selain itu ada perubahan warna tubuh menjadi cokelat kemerahan. 
Induk yang sudah dipilih berdasarkan matang gonadnya, kemudian diberok (dipuasakan) selama 2 hari. Selama pemberokan induk jantan dan betina dipisahkan. Tujuan dari pemberokan ini adalah untuk mengurangi kandungan lemak pada tubuh ikan. Hal ini disebabkan lemak pada tubuh ikan dapat menghambat ovulasi telur pada betina dan pengeluaran sperma pada induk jantan. Induk yang akan diberok dipisahkan antara induk jantan dan betina. Hal ini bertujuan untuk menghindari mijah maling. Selain itu, pemisahan induk tersebut bertujuan mempercepat pemijahan ikan.
Ciri-ciri induk betina lele dumbo yang siap untuk dipijahkan sebagai berikut :
• Bagian perut tampak membesar ke arah anus dan jika diraba terasa lembek.
• Lubang kelamin berwarna kemerahan dan tampak agak membesar.
• Jika bagian perut secara perlahan diurut ke arah anus, akan keluar beberapa butir telur berwarna hijau tua dan ukurannya relatif besar.
• Gerakannya lambat.
Ciri-ciri induk jantan lele dumbo jantan yang telah siap untuk dipijahkan sebagai berikut :
• Alat kelamin tampak jelas memerah. • Warna tubuh agak kemerah-merahan.
• Tubuh ramping dan gerakannya lincah.
1.5.2 Seleksi induk ikan mas
Induk ikan mas yang akan dipijahkan sebaiknya dipelihara dalam tempat yang terpisah antara jantan dan betina agar pertumbuhan induk ikan opimal dan tidak terjadi perkawinan yang tidak diinginkan.
Dalam pemeliharaan induk ikan Mas harus dilakukan dengan baik dan benar agar diperoleh induk yang siap dan unggul untuk dikawinkan. Pemeliharaan induk ikan mas merupakan salah satu aspek penting yang harus dilaksanakan dalam program pengembangbiakan ikan mas. Induk ikan mas yang dipelihara dengan baik akan menghasilkan telur dan benih ikan dalam jumlah dan kualitas yang diharapkan.
Induk ikan yang baik sebaiknya dipelihara dari masa benih, hal tersebut dapat dilihat dari gerakan yang lincah, tumbuh bongsor, sehat, dan mempunyai nafsu makan yang baik.
Pemeliharaan benih calon induk sebaiknya dilakukan sejak pemanenan, benih umur 1 bulan. Dalam pemeliharaan calon induk ini harus diberi pakan yang cukup dan bergizi. Calon-calon induk yang dipelihara tersebut selanjutnya di seleksi kembali pada saat berukuran 100–200 gram.
Calon induk jantan dan betina dipilih berdasarkan ciri-ciri morfologisnya yang baik, di antaranya sebagai berikut :
 Calon induk harus mempunyai karakter morfologis dengan kriteria sebagai berikut: bentuk tubuh kekar, pangkal ekor kuat dan lebar, sisik besar dan teratur, warna cerah, kepala lancip dan lebih kecil dari lebar tubuh (1 : 1,5), daerah perut melebar dan datar, badan tebal, dan berpunggung tinggi.
 Calon induk harus berasal dari keturunan yang berbeda, baik ikan jantan maupun ikan betina.
 Calon induk harus mempunyai sifat cepat tumbuh, sehat, tahan terhadap penyakit dan perubahan lingkungan, serta responsive terhadap pakan.
Calon-calon induk yang telah di seleksi dipelihara di kolam pemeliharaan induk sampai siap untuk dipijahkan. Agar diperoleh induk yang berkualitas dan dapat menghasilkan telur dalam jumlah yang maksimal, yang harus diperhatikan adalah:
 Pemeliharaan pakan yang teratur, pakan yang diberikan harus mempunyai kadar protein 30–35%, jumalh pakan yang diberikan per hari berkisar antara 2–3% dan frekuensi pemberian pakan sebanyak 2–3 kali.
 Kondisi kolam pemeliharaan harus optimal, yaitu kandungan oksigen terlarut minimal 5 ppm, suhu air berkisar25–30° C dan air tidak tercemar.
 Padat penebaran calon induk berkisar antara 0,1–0,25 kg/m2.
Calon-calon induk tersebut dipelihara sampai mencapai ukuran tertentu untuk dipijahkan. Induk ikan mas jantan lebih cepat matang gonad dibandingkan dengan ikan mas betina. Umur ikan mas jantan 10–12 bulan dengan bobot 0,6–0,75 kg sudah sampai matang kelamin, sedangkan induk betina yang ideal mencapai matang gonad pada umur 1,5–2 tahun dengan berat 2–3 kg. Induk ikan mas yang akan dipijahkan harus benar-benar dapat dibedakan antara jantan dan betina.
   Induk ikan mas jantan dan betina harus dipelihara dalam kolam yang terpisah agar ikan cepat matang kelamin dan tidak terjadi perkawinan liar. Induk yang dipelihara dengan baik akan dapat mencapai matang gonad. 
1.5.3 Seleksi induk ikan nila
Pengelolaan induk dalam kegiatan usaha pembenihan mempunyai peran yang sangat penting dalam menunjang keberhasilan, karena induk merupakan salah satu faktor utama yang akan menentukan kualitas dan kuantitas benih yang dihasilkan. Pengelolaan induk dilakukan atas dasar sifat induk dan kebutuhan induk agar mampu hidup dan berkembangbiak secara optimal.
Ruang lingkup pengelolaan induk dengan mengacu pada ketercapaian efisiensi suatu usaha pembenihan ikan dapat dikelompokan ke dalam tiga kelompok yaitu pengadaan induk, pemeliharaan calon induk, dan peningkatan mutu induk, atau mempertahankan mutu induk.
Untuk dapat mencapai efisiensi suatu usaha pembenihan, dalam pengadaan induk ada dua hal yang harus diperhatikan yaitu kuantitas calon induk dan kualitas calon induk. Perhitungan untuk menentukan berapa jumlah induk yang harus tersedia dalam suatu unit pembenihan, agar dapat menghasilkan benih sesuai dengan peluang atau pangsa pasar yang ada, maka dalam menghitung jumlah induk harus mempertimbangkan 4 aspek yaitu :
 Skala usaha, yaitu satuan unit usaha terkecil dalam pembenihan ikan nila yang secara ekonomis masih mampu memberikan efisiensi dan keuntungan yang optimal.
 Kuantitas dan kontinuitas produksi, yaitu banyaknya produk (benih) yang harus dihasilkan sesuai dengan kriteria yang ditentukan dalam periode dan interval waktu tertentu secara terus-menerus sesuai dengan target yang telah ditentukan.
 Produktifitas induk, yaitu kemampuan induk betina dari setiap pemijahan untuk menghasilkan benih ikan nila sesuai dengan kriteria yang ditentukan.
 Mortalitas induk, yaitu prosentase jumlah induk yang hilang selama pemeliharaan (umur produktif) baik yang disebabkan oleh kematian/hilang atau sesuatu hal sehingga induk tersebut tidak berproduksi untuk menghasilkan telur.
    Dari aspek tersebut di atas secara praktis jumlah induk ikan nila pada suatu areal/kolam pemijahan ditentukan oleh induk jantan dan ukuran induk. Hal ini disebabkan sifat ikan nila memijah adalah dimana induk jantan akan membuat suatu daerah teritorial yang tidak boleh digangggu ikan lain. Dengan demikian jumlah ikan betina umumnya lebih banyak dari pada ikan jantan agar mudah memberi kesempatan pada jantan untuk dapat menemukan betina yang matang gonad. Setelah mengetahui tanda-tanda calon induk yang baik pada ikan nila, selanjutnya kita harus mampu membedakan induk jantan dan induk betina.
15.4 Seleksi induk ikan patin
Induk ikan patin dapat dipijahkan setelah umur 2–3 tahun. Pada umur tersebut induk ikan patin telah memiliki berat badan 3–5 kg/ekor. Ciri-ciri induk betina adalah memiliki bentuk urogenital bulat dan perut relatif lebih mengembang dibandingkan induk jantan. Sedangkan induk jantan memiliki papila dan bagian perut lebih ramping. Induk betina ikan patin yang matang gonad mempunyai ciri-ciri bagian perut membesar ke arah lubang genital berwarna merah, membengkak dan mengkilat agak menonjol, serta jika diraba bagian perut terasa lembek. Sedangkan ciri-ciri induk jantan ikan patin yang dapat dipijahkan adalah bila bagian perut diurut ke arah anus akan keluar cairan putih dan kental. Untuk dapat membedakan induk ikan patin jantan dan betina yang matang gonad dapat dilihat pada Gambar 4.7.
Induk ikan yang telah diseleksi selanjutnya diberok (dipuasakan) selama 1–2 hari. Selama pemberokan induk ikan, air terus menerus dialirkan ke kolam/wadah pemberokan. Tujuan pemberokan adalah untuk mengurangi kadar lemak pada saluran pengeluaran telur. Oleh sebab itu, selama pemberokan induk ikan tidak diberi makan. Bila bagian perut induk ikan betina masih tampak membesar setelah pemberokan, induk ikan tersebut dikanulasi (dilakukan penyedotan telur ikan dengan kateter) untuk menetukan apakah induk ikan tersebut sudah siap dipijahkan. 
    Kanulasi bertujuan untuk mengetahui    derajat kematangan gonad induk betina dengan mengukur keseragaman diameter telur. Kanulasi dilakukan dengan cara menyedot telur dengan menggunakan selang kecil (kateter) berdiameter 2–2,5 mm. Selang kecil tersebut dimasukkan ke dalam lubang urogenital sedalam 4–6 cm ke dalam ovarium. Ujung selang yang lain dihisap dengan mulut selanjutnya selang tadi ditarik keluar dari lubang urogenital, lalu ditiup untuk mendorong telur keluar dari selang. Telur yang keluar dari selang ditampung pada lempeng kaca tipis atau pada wadah lain.
Selanjutnya telur tersebut diukur garis tengahnya menggunakan penggaris. Bila 90–95% telur memiliki garis tengah 1,0–1,2 mm, berarti induk betina tersebut dapat dipijahkan. Selain itu ciri-ciri telur yang telah matang adalah akan cepat mengering atau saling berpisah bila diletakkan di punggung tangan.